Kamis, 05 Juli 2012

Analisis Kebijakan DPL Dalam Taman Nasional Taka Bonerate


Analisis Kebijakan DPL Dalam Taman Nasional Taka Bonerate*
Oleh: Akhmadi, S.Hut, M.Si**

Pengelolaan Kawasan Konservasi laut menjadi perdebatan ketika pengelolaan kawasan konservasi Laut dibawah Kementerian Kehutanan, namun dengan dibentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan undang-undang yang dikeluarkannya Peraturan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah  yang salah satu  kawasan yang bisa dikelola daerah adalah pengelolaan kawasan konservasi laut dengan sistem Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Kondisi yang ada bahwa di dalam Kawasan Konservasi Taman Nasional Taka Bonerate didalamnya ada pengelolaan DPL.
Secara konsep pengelolaan Kawasan Konservasi dari aspek ekologi dan kelestarian, konsep DPL memberikan dampak positif terhadap kelestrian ekosistem terumbu karang, bahkan merupakan konsep baru yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut. Konsep DPL yang melibatkan masyarakat setempat berperan aktif dalam mengelola kawasan menjadi bagian yang penting dan memberikan nilai positif dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Memperhatikan konteks pemangku kawasan konservasi, pengelola dan keterlibatan serta tataran kekuatan hukum, munculnya DPL dalam kawasan Taman Nasional, dimana DPL tersebut masuk dalam jejaring KKLD di luar kawasan maka dimungkinkan timbulnya tumpang tindih kepentingan antara pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakatnya. Selain itu kerancuan ini dapat berakibat pada status kawasan sehingga akan berdampak pada kebijakan yang lain yang terkait dalam pengelolaan kawasan konservasi laut di Taman Nasional Taka Bonerate.
Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate dibawah kementerian Kehutanan dengan sistem Zonasi merupakan sistem pengelolaan yang mempunyai dasar hukum yang lebih kuat. Sedangkan pengelolaan DPL di dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate merupakan kebijakan daerah atas pembentukan DPL yang mengacu pada peraturan di kementerian Kelautan dan Perikanan. Sistem DPL dalam  Taman Nasional dapat dikembangkan selama tidak melanggar peraturan yang berlaku. Selanjutnya DPL yang terbentuk akan menjadi satuan KKLD dibawah pemerintah daerah juga sangat mungkin terjadi. Seperti yang sudah terjadi pada DPL yang sudah dibentuk diluar kawasan Taman Nasional yang kemudian ditetapkan dalam satu KKLD oleh pemerintah daerah (KKLD Gusung, Selayar). Dari sisi efektifitas pengelola akan terganggu, kekuatan hukum dari penetapan kawasan konservasi menjadi lemah, kerancuan juga akan mempengaruhi kepedulian masyarakat setempat. Sehingga diperlukan alternatif kebijakan yang dikembangkan dari pengelolaan DPL dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate. Alternatif ini diharapkan menjadi kebijakan dalam pengembangan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Kepulaun Selayar.
Untuk itu, dalam kajian kebijakan ini dapat uraikan wacana pengelolaan DPL:
Bagaimanakah pengelolaan DPL didalam Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dapat dikembangkan dalam hal kewenangan, kelembagaan dan pengaturannya?
Untuk memberikan masukan kebijakan apa yang sebaiknya diambil dalam pengelolaan DPL dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, sehingga keterlibatan masyarakat dalam DPL akan bermanfaat dan mendukung upaya pelestarian terumbu karang dan menjamin keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi laut yaitu Taman Nasional Taka Bonerate.

Sebagai gambaran maka dapat dirumuskan Alternatif kebijakan pengelolaan:
Dalam penyusunan alternatif kebijakan perlu melakukan kajian secara luas yang mencakup berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan dengan memadukan berbagai kebijakan yang sudah ada dan dapat dikembangkan.
a.       Alternatif I yaitu: Pengelolaan DPL dibawah pengelolaan pihak Taman Nasional Taka Bonerate (Pihak pemerintah Pusat Kementerian Kehutanan yang sudah memangku kewenangan pengelolaan Taman Nasional).
Alternatif pertama ini dilakukan dengan membentuk DPL yang di bentuk oleh Desa yang ada di dalam kawasan, dan dikelola oleh pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate selaku pemangku legalitas kawasan konservasi Taman Nasional. DPL menjadi bagian zonasi yang ada dalam pengelolaan Taman Nasional. DPL merupakan zona khusus yang diperuntukkan secara khusus bersama dengan masyarakat. Dalam kaitannya dengan KKLD diluar kawasan, DPL ini tidak termasuk dalam jejaring kewenangan daerah, namun jalur koordinatif tetap ada. Kondisi riil sudah ada 3 DPL yaitu DPL Rajuni Latondu, DPL Tarupa, DPL Jinato yang hingga saat ini belum ditetapkan menjadi bagian dari KKLD yang sudah ada di luar kawasan. 
b.      Alternatif II yaitu: Pengelolaan DPL dikelola Bersama antara Masyarakat Desa, Pihak Taman Nasional dan Pemerintah Daerah.
Alternatif kedua dilakukan dengan mengelola DPL yang sudah ada dan membentuk DPL yang baru di dalam kawasan. Konsep pengelolaan di kelola oleh Masyarakat desa, pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate dan Pihak Pemerintah Daerah kepulauan Selayar. Pengelolaan Bersama yang membentuk sub KKLD bagian dari KKLD Kepulauan Selayar guna melakukan pengelolaan terumbu Karang secara terpadu dan terintegrasi dengan DPL yang berada diluar kawasan sebagaimana memungkinkan merupakan bagian dari satuan eco region dari kawasan perairan laut Kepulauan Selayar.
c.       Alternatif III yaitu: Pengelolaan DPL hanya oleh Masyarakat Desa.
Pada alternatif ketiga ini pengelolaan DPL murni oleh masyarakat dengan peraturan desa, kemudian DPL ini tanpa membentuk KKLD baru maupun bergabung dalam KKLD yang berada diluar kawasan. Sedangkan fungsi pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate dan sebatas koordinatif dengan pihak desa. Alternatif ini untuk memaksimalkan peran masyarakat untuk mengelola wilayah terumbu karang dibatas adminitrasi desa. Masyarakat desa secara mandiri untuk mengatur dan melakukan pengawasan terhadap DPL yang dibentuk.

d.      Alternatif IV yaitu: Pengelolaan Tanpa DPL namun tetap menerapkan sistem Taman Nasional (Status kuo) dengan sistem zonasinya.
Alternitif keempat adalah dilakukan dengan mempertahankan konsep yang telah ada. Dalam konsep ini maka DPL tidak perlu dibentuk, yang ada adalah zonasi taman nasional, untuk perlindungan kawasan dalam konsep taman nasional dikenal sebagai zona inti. Zona inti dalam konsep taman nasional sudah ada. Alternatif ini memperkuat status kawasan taman nasional sebagai kawasan konservasi secara menyeluruh dengan konsep konvensional.
2.1   Penentuan Kriteria
Dalam menentukan analisis kebijakan pengelolaan DPL dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, maka perlu dilakukan penentuan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai alternatif yang mungkin dilakukan. Kriteria yang digunakan tentunya dapat mencakup berbagai aspek dalam kebijakannnya.
a.       Aspek ekologi, aspek ini untuk menilai dalam kajian ekologi, yang mencakup: mempertahankan habitat, pemulihan kerusakan eksositem dan dukungan pelestarian ekosistem terumbu karang.
b.      Aspek Ekonomi, aspek ini untuk menilai alternatif dari sisi ekonomi yang meliputi, pembiayaan pembentukan, penganggaran pengelolaan, efektif dan efisien, azas manfaat.
c.       Aspek Sosial Budaya, aspek ini menilai alternatif dari sisi sosial budaya masyarakat setempat yang meliputi partisipasi masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat, pengakuan masyarakat (legalitas non formal).
d.      Apek Politik. Aspek ini menilai alternatif dalam dukungan politik yang meliputi kewenangan pengelolaan, konsesus antar kepentingan pengelolaan, penerimaan stakeholder.
e.      Apek Adminitrasi, aspek ini menilai alternatif dalam kaitannya administrasi pengelolaan yang meliputi: kekuatan hukum (legalitas formal), dukungan SDM dan kelembagaan.


2.2   Penilaian Alternatif
Penilaian alternatif dilakukan guna memberikan gambaran secara detail tentang alternatif yang ada sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan status pengelolaan Daerah perlindungan Laut (DPL) di kawasan Taman Nasional.
Dalam penilaian perlu dilakukan standarisasi nilai dari kriteria yang ada berupa scoring kriteria berdasarkan tingkatan keuntungan, kelebihan dan kekuatan dari masing-amsing kriteria. Skoring kriteria terhadap alternatif dapat ditentukan sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai (skoring) berdasarkan Aspek dan kriteria Analisis kebijakan Pengeloaan DPL dalam Taman Nasional Taka Bonerate.
Kriteria
Skoring (1-5)
Ekologis
Mempertahankan habitat biota laut (azas pengawetan)
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Pemulihan kerusakan ekosistem (rehabilitasi)
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Dukungan pelestarian ekosistem TK (azas perlindungan)
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Ekonomis
Pembiayaan pembentukan
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Penganggaran pengelolaan
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Efektif dan efisiensi
Sangat Efektif dan efisien(5), Efektif dan efisien(4) efektif atau efisien (3), tidak efektif dan efisien (2), sangat tidak efektif dan efisien (1)
Manfaat bagi kesejahteraan masyarakat (azas manfaat)
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Sosial Budaya
Partisipasi masyarakat
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
peningkatan kapasitas masyarakat,
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
pengakuan masyarakat (legalitas non formal)
Sangat kuat (5),kuat (4) sedang (3), lemah(2), sangat lemah (1)
Politik 
kewenangan pengelolaan, ,
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
konsesus antar kepentingan pengelolaan
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
penerimaan stakeholder
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
Administrasi
kekuatan hukum (legalitas formal)
Sangat kuat (5),kuat (4) sedang (3), lemah(2), sangat lemah (1)
dukungan SDM dan kelembagaan.
Sangat tinggi (5), tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)

dari kelima aspek dalam tabel 1  tersebut diatas, kriteria yang ditentukan maka penilaian dapat dilakukan pada masing-masing alternatif. Berikut hasil scoring alternatif berdasarkan aspek dan kriterianya:
Tabel 2. Penilaian Masing-masing Alternatif bedasarkan aspek dan kriteria yang ditentukan
Dalam pengambilan kebijakan publik, kriteria dalam penilaian perlu dilakukan pembobotan kriteria dari ke lima aspek yang ada. Pembobotan diupayakan sebagai nilai dalam prioritas penilaian aspek. Dengan kata lain bahwa kriteria dalam masing-masing aspek mempunyai keutamaan dan pertimbangan lebih untuk menjadi bagaian yang mempengaruhi kebijakan. Pembobotan merupakan nilai prosentase bobot dari masing-masing kriteria yang totalnya dari 15 kriteria dalam 5 aspek adalah 100%. Berikut hasil penilaian secara menyeluruh dalam pertimbangan kelima aspek atau 15 kriteria yang dipilih:
Tabel 3. Nilai Akhir Alternatif terhadap kriteria yang dinilai
Pengambilan kebijakan publik terkait dengan pengelolaan DPL dalam Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah mempertimbangkan nilai keuntungan secara menyeluruh yang mencakup 5 aspek yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan administrasi. Dari hasil komulatif yang didapat maka nilai tertinggi adalah pada alternatif kedua dengan nilai komulatif 4,45;  kemudian alternatif pertama dengan nilai 3,52; kemudian alternatif ketiga dengan nilai 3,32  dan terendah adalah alternatif keempat dengan nilai 3,12.
Dari hasil penilaian terlihat dari scoring yang ditetapkan yaitu 1-5, maka dapat dikatakan ke empat alternatif mempunyai nilai yang saling berdekatan, namun tetap ada nilai terbaik dari berbagai alternatif yang dinilai. Hal ini terjadi dari beberapa aspek dari keempat aspek mempunyai kekuatan nilai yang hampir sama, seperti dari aspek ekologi dalam pengelolaan DPL atau bentuk zonasi merupakan bentuk pengelolaan yang mendukung kelestarian dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang.
2.7 Rekomendasi
Dari hasil penilaian alternatif untuk menentukan kebijakan pengelolaan DPL dalam Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, maka yang dipilih adalah alternatif pengelolaan DPL secara Bersama. Dengan pilihan alternatif ini merupakan hasil dari penilaian dan pembobotan dari perioritas dan pertimbangan kriteria yang digunakan. Dalam perkembangannya masih memungkinkan untuk menambah kriteria yang bisa menjadi bagian terpenting dalam analisis kebijakan. Penilaian berdasarkan atas data sekunder dan pengalaman penulis yang dialami sendiri sebagai staf pengelola Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Penulis menjabarkan hasil penilaian berdasarkan pengalaman yang terjadi hingga saat ini, dimana pengelolaan baik itu KKLD maupun DPL sudah ada dan dikuatkan oleh perda Kabupaten Kepulauah Selayar. Namun untuk pengelolaan DPL didalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, pihak terkait masih tidak mempermasalahkan, namun juga tidak mengambil kebijakan akan perkembangan nantinya tehadap pengelolaan DPL ataupun KKLD Kepulauan Selayar. Yang masih melekat dan kuat di mata masyarakat adalah Pengelolaan Kawasan Konservasi oleh Balai Taman Nasional Taka Bonerate (Kemeterian Kehutanan) sedangkan DPL didalam kawasan taman nasional tidak menjadi perhatian. Untuk itu beberpa hal yang dapat penulis rekomendasikan adalah:
1.       Pihak Balai Taman Nasional Takan Bonerate melakukan koordinasi lebih dalam terhadap istansi terkait, terutama pemerintah daerah dan kemeterian Kelautan dan Perikanan pusat.
2.       Melakukan sosialisasi terhadap masyarakat baik terkait pengelolaan zonasi Taman Nasional maupun pengelolaan DPL yang telah ada.
3.       Meperkuat posisi masyarakat Desa sebagai pembentuk DPL yang sudah ada dan berkolaborasi pengelolaan dnegan pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate.
4.       Melakukan konsulidasi dengan pemerintah pusat kemeterian Kehutanan dalam upaya memperkuat posisi kebijakan yang lebih tinggi untuk mendukung aspek legalitas formal pengelolaan kawasan.
5.       Semua stake holder, baik pemrintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, LSM dan pihak lain yang berkepentingan mendukung program kolaborasi pengelolaan DPL dengan kapabilitas lembaganya, dan koordinasi yang intensif guna melakukan program-program yang efektif dan efisien.
Sumber Pustaka
Dunn, W.N, 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Nybakken,J.W. 1998. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta
Subarsono.AG, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Suharsono, 1996. Jenis-jenis Karang yang umum dijumpai di Perairan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
Sudiono,G. 2008,“Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Pada Kawasan Konserbasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan sekitarnya Kabupaten Benngkayang Propinsi Kalimantan Barat, Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang
Supriharyono, 2007, Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Wahab, S.A, 2008, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006, Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta
Undang-undang RI nomor: 31 tahun 2004, tentang Perikanan
Undang-undang RI nomor 27 tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2007, tentang Konservasi Sumber daya Ikan

*Analisis kasus Kebijakan pengelolaan yang ada di Balai Taman Nasional Taka Bonerate
** PEH Balai Taman Nasional Taka Bonerate