Analisis Kebijakan DPL Dalam Taman Nasional
Taka Bonerate*
Oleh: Akhmadi, S.Hut, M.Si**
Pengelolaan Kawasan Konservasi laut menjadi perdebatan
ketika pengelolaan kawasan konservasi Laut dibawah Kementerian Kehutanan, namun
dengan dibentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan undang-undang
yang dikeluarkannya Peraturan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah yang salah satu kawasan yang bisa dikelola daerah adalah pengelolaan
kawasan konservasi laut dengan sistem Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dan
Daerah Perlindungan Laut (DPL). Kondisi yang ada bahwa di dalam Kawasan
Konservasi Taman Nasional Taka Bonerate didalamnya ada pengelolaan DPL.
Secara konsep pengelolaan Kawasan Konservasi dari
aspek ekologi dan kelestarian, konsep DPL memberikan dampak positif terhadap
kelestrian ekosistem terumbu karang, bahkan merupakan konsep baru yang dapat
dipertimbangkan dalam pemilihan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut.
Konsep DPL yang melibatkan masyarakat setempat berperan aktif dalam mengelola
kawasan menjadi bagian yang penting dan memberikan nilai positif dalam
pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Memperhatikan konteks pemangku kawasan konservasi,
pengelola dan keterlibatan serta tataran kekuatan hukum, munculnya DPL dalam
kawasan Taman Nasional, dimana DPL tersebut masuk dalam jejaring KKLD di luar
kawasan maka dimungkinkan timbulnya tumpang tindih kepentingan antara
pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), pemerintah daerah, pemerintah desa
dan masyarakatnya. Selain itu kerancuan ini dapat berakibat pada status kawasan
sehingga akan berdampak pada kebijakan yang lain yang terkait dalam pengelolaan
kawasan konservasi laut di Taman Nasional Taka Bonerate.
Pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate dibawah
kementerian Kehutanan dengan sistem Zonasi merupakan sistem pengelolaan yang
mempunyai dasar hukum yang lebih kuat. Sedangkan pengelolaan DPL di dalam
kawasan Taman Nasional Taka Bonerate merupakan kebijakan daerah atas pembentukan
DPL yang mengacu pada peraturan di kementerian Kelautan dan Perikanan. Sistem
DPL dalam Taman Nasional dapat
dikembangkan selama tidak melanggar peraturan yang berlaku. Selanjutnya DPL
yang terbentuk akan menjadi satuan KKLD dibawah pemerintah daerah juga sangat
mungkin terjadi. Seperti yang sudah terjadi pada DPL yang sudah dibentuk diluar
kawasan Taman Nasional yang kemudian ditetapkan dalam satu KKLD oleh pemerintah
daerah (KKLD Gusung, Selayar). Dari sisi efektifitas pengelola akan terganggu,
kekuatan hukum dari penetapan kawasan konservasi menjadi lemah, kerancuan juga
akan mempengaruhi kepedulian masyarakat setempat. Sehingga diperlukan alternatif
kebijakan yang dikembangkan dari pengelolaan DPL dalam kawasan Taman Nasional
Taka Bonerate. Alternatif ini diharapkan menjadi kebijakan dalam pengembangan
pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Kepulaun Selayar.
Untuk itu, dalam kajian kebijakan ini dapat uraikan
wacana pengelolaan DPL:
Bagaimanakah
pengelolaan DPL didalam Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dapat dikembangkan
dalam hal kewenangan, kelembagaan dan pengaturannya?
Untuk memberikan masukan kebijakan apa yang sebaiknya
diambil dalam pengelolaan DPL dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate,
sehingga keterlibatan masyarakat dalam DPL akan bermanfaat dan mendukung upaya
pelestarian terumbu karang dan menjamin keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi laut yaitu Taman Nasional Taka Bonerate.
Sebagai gambaran maka dapat
dirumuskan Alternatif kebijakan pengelolaan:
Dalam penyusunan alternatif kebijakan perlu melakukan kajian secara luas
yang mencakup berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan dengan memadukan
berbagai kebijakan yang sudah ada dan dapat dikembangkan.
a.
Alternatif
I yaitu: Pengelolaan DPL dibawah pengelolaan
pihak Taman Nasional Taka Bonerate (Pihak pemerintah Pusat Kementerian Kehutanan
yang sudah memangku kewenangan pengelolaan Taman Nasional).
Alternatif pertama ini dilakukan
dengan membentuk DPL yang di bentuk oleh Desa yang ada di dalam kawasan, dan
dikelola oleh pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate selaku pemangku
legalitas kawasan konservasi Taman Nasional. DPL menjadi bagian zonasi yang ada
dalam pengelolaan Taman Nasional. DPL merupakan zona khusus yang diperuntukkan
secara khusus bersama dengan masyarakat. Dalam kaitannya dengan KKLD diluar
kawasan, DPL ini tidak termasuk dalam jejaring kewenangan daerah, namun jalur
koordinatif tetap ada. Kondisi riil sudah ada 3 DPL yaitu DPL Rajuni Latondu,
DPL Tarupa, DPL Jinato yang hingga saat ini belum ditetapkan menjadi bagian
dari KKLD yang sudah ada di luar kawasan.
b.
Alternatif
II yaitu: Pengelolaan DPL dikelola Bersama
antara Masyarakat Desa, Pihak Taman Nasional dan Pemerintah Daerah.
Alternatif kedua dilakukan dengan
mengelola DPL yang sudah ada dan membentuk DPL yang baru di dalam kawasan. Konsep
pengelolaan di kelola oleh Masyarakat desa, pihak Balai Taman Nasional Taka
Bonerate dan Pihak Pemerintah Daerah kepulauan Selayar. Pengelolaan Bersama yang
membentuk sub KKLD bagian dari KKLD Kepulauan Selayar guna melakukan pengelolaan
terumbu Karang secara terpadu dan terintegrasi dengan DPL yang berada diluar
kawasan sebagaimana memungkinkan merupakan bagian dari satuan eco region dari kawasan perairan laut
Kepulauan Selayar.
c.
Alternatif
III yaitu: Pengelolaan DPL hanya oleh
Masyarakat Desa.
Pada alternatif ketiga ini
pengelolaan DPL murni oleh masyarakat dengan peraturan desa, kemudian DPL ini
tanpa membentuk KKLD baru maupun bergabung dalam KKLD yang berada diluar kawasan.
Sedangkan fungsi pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate dan sebatas
koordinatif dengan pihak desa. Alternatif ini untuk memaksimalkan peran
masyarakat untuk mengelola wilayah terumbu karang dibatas adminitrasi desa.
Masyarakat desa secara mandiri untuk mengatur dan melakukan pengawasan terhadap
DPL yang dibentuk.
d.
Alternatif
IV yaitu: Pengelolaan Tanpa DPL
namun tetap menerapkan sistem Taman Nasional (Status kuo) dengan sistem
zonasinya.
Alternitif keempat adalah dilakukan
dengan mempertahankan konsep yang telah ada. Dalam konsep ini maka DPL tidak
perlu dibentuk, yang ada adalah zonasi taman nasional, untuk perlindungan
kawasan dalam konsep taman nasional dikenal sebagai zona inti. Zona inti dalam
konsep taman nasional sudah ada. Alternatif ini memperkuat status kawasan taman
nasional sebagai kawasan konservasi secara menyeluruh dengan konsep
konvensional.
2.1
Penentuan Kriteria
Dalam menentukan analisis kebijakan pengelolaan DPL dalam kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate, maka perlu dilakukan penentuan kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai alternatif yang mungkin dilakukan. Kriteria yang
digunakan tentunya dapat mencakup berbagai aspek dalam kebijakannnya.
a.
Aspek ekologi, aspek ini untuk menilai dalam
kajian ekologi, yang mencakup: mempertahankan habitat, pemulihan kerusakan
eksositem dan dukungan pelestarian ekosistem terumbu karang.
b.
Aspek Ekonomi, aspek ini untuk menilai alternatif
dari sisi ekonomi yang meliputi, pembiayaan pembentukan, penganggaran
pengelolaan, efektif dan efisien, azas manfaat.
c.
Aspek Sosial Budaya, aspek ini menilai alternatif dari
sisi sosial budaya masyarakat setempat yang meliputi partisipasi masyarakat,
peningkatan kapasitas masyarakat, pengakuan masyarakat (legalitas non formal).
d.
Apek Politik. Aspek ini menilai alternatif dalam
dukungan politik yang meliputi kewenangan pengelolaan, konsesus antar
kepentingan pengelolaan, penerimaan stakeholder.
e.
Apek Adminitrasi, aspek ini menilai alternatif dalam
kaitannya administrasi pengelolaan yang meliputi: kekuatan hukum (legalitas
formal), dukungan SDM dan kelembagaan.
2.2
Penilaian Alternatif
Penilaian alternatif dilakukan guna memberikan gambaran secara detail
tentang alternatif yang ada sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan status
pengelolaan Daerah perlindungan Laut (DPL) di kawasan Taman Nasional.
Dalam penilaian perlu dilakukan standarisasi nilai dari kriteria yang
ada berupa scoring kriteria berdasarkan tingkatan keuntungan, kelebihan dan
kekuatan dari masing-amsing kriteria. Skoring kriteria terhadap alternatif
dapat ditentukan sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai
(skoring) berdasarkan Aspek dan kriteria Analisis kebijakan Pengeloaan DPL
dalam Taman Nasional Taka Bonerate.
Kriteria
|
Skoring (1-5)
|
|
Ekologis
|
Mempertahankan habitat biota laut (azas pengawetan)
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
Pemulihan kerusakan ekosistem (rehabilitasi)
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
Dukungan pelestarian ekosistem TK (azas
perlindungan)
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
Ekonomis
|
Pembiayaan pembentukan
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
Penganggaran pengelolaan
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
Efektif dan efisiensi
|
Sangat Efektif dan efisien(5),
Efektif dan efisien(4) efektif atau
efisien (3), tidak efektif dan efisien (2), sangat
tidak efektif dan efisien (1)
|
|
Manfaat bagi kesejahteraan masyarakat (azas manfaat)
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
Sosial Budaya
|
Partisipasi masyarakat
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
peningkatan kapasitas masyarakat,
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
pengakuan masyarakat (legalitas non formal)
|
Sangat kuat (5),kuat (4) sedang (3), lemah(2), sangat lemah (1)
|
|
Politik
|
kewenangan
pengelolaan, ,
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
konsesus
antar kepentingan pengelolaan
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
penerimaan
stakeholder
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
|
Administrasi
|
kekuatan hukum (legalitas formal)
|
Sangat kuat (5),kuat (4) sedang (3), lemah(2), sangat lemah (1)
|
dukungan SDM dan kelembagaan.
|
Sangat tinggi
(5),
tinggi (4) sedang (3), rendah (4) dan sangat rendah (1)
|
dari
kelima aspek dalam tabel 1 tersebut
diatas, kriteria yang ditentukan maka penilaian dapat dilakukan pada
masing-masing alternatif. Berikut hasil scoring alternatif berdasarkan aspek
dan kriterianya:
Tabel
2. Penilaian Masing-masing Alternatif bedasarkan aspek dan kriteria yang
ditentukan
Dalam
pengambilan kebijakan publik, kriteria dalam penilaian perlu dilakukan
pembobotan kriteria dari ke lima aspek yang ada. Pembobotan diupayakan sebagai
nilai dalam prioritas penilaian aspek. Dengan kata lain bahwa kriteria dalam masing-masing
aspek mempunyai keutamaan dan pertimbangan lebih untuk menjadi bagaian yang
mempengaruhi kebijakan. Pembobotan merupakan nilai prosentase bobot dari
masing-masing kriteria yang totalnya dari 15 kriteria dalam 5 aspek adalah
100%. Berikut hasil penilaian secara menyeluruh dalam pertimbangan kelima aspek
atau 15 kriteria yang dipilih:
Tabel
3. Nilai Akhir Alternatif terhadap kriteria yang dinilai
Pengambilan kebijakan publik terkait dengan pengelolaan DPL dalam
Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate adalah mempertimbangkan nilai keuntungan
secara menyeluruh yang mencakup 5 aspek yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial
budaya, politik dan administrasi. Dari hasil komulatif yang didapat maka nilai
tertinggi adalah pada alternatif kedua dengan nilai komulatif 4,45; kemudian alternatif pertama dengan nilai
3,52; kemudian alternatif ketiga dengan nilai 3,32 dan terendah adalah alternatif keempat dengan
nilai 3,12.
Dari hasil penilaian terlihat dari scoring yang ditetapkan yaitu 1-5,
maka dapat dikatakan ke empat alternatif mempunyai nilai yang saling
berdekatan, namun tetap ada nilai terbaik dari berbagai alternatif yang
dinilai. Hal ini terjadi dari beberapa aspek dari keempat aspek mempunyai
kekuatan nilai yang hampir sama, seperti dari aspek ekologi dalam pengelolaan
DPL atau bentuk zonasi merupakan bentuk pengelolaan yang mendukung kelestarian
dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang.
2.7 Rekomendasi
Dari
hasil penilaian alternatif untuk menentukan kebijakan pengelolaan DPL dalam
Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, maka yang dipilih adalah alternatif
pengelolaan DPL secara Bersama. Dengan pilihan alternatif ini merupakan hasil
dari penilaian dan pembobotan dari perioritas dan pertimbangan kriteria yang
digunakan. Dalam perkembangannya masih memungkinkan untuk menambah kriteria
yang bisa menjadi bagian terpenting dalam analisis kebijakan. Penilaian berdasarkan
atas data sekunder dan pengalaman penulis yang dialami sendiri sebagai staf
pengelola Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Penulis menjabarkan hasil
penilaian berdasarkan pengalaman yang terjadi hingga saat ini, dimana
pengelolaan baik itu KKLD maupun DPL sudah ada dan dikuatkan oleh perda
Kabupaten Kepulauah Selayar. Namun untuk pengelolaan DPL didalam kawasan Taman
Nasional Taka Bonerate, pihak terkait masih tidak mempermasalahkan, namun juga
tidak mengambil kebijakan akan perkembangan nantinya tehadap pengelolaan DPL
ataupun KKLD Kepulauan Selayar. Yang masih melekat dan kuat di mata masyarakat
adalah Pengelolaan Kawasan Konservasi oleh Balai Taman Nasional Taka Bonerate
(Kemeterian Kehutanan) sedangkan DPL didalam kawasan taman nasional tidak
menjadi perhatian. Untuk itu beberpa hal yang dapat penulis rekomendasikan
adalah:
1.
Pihak
Balai Taman Nasional Takan Bonerate melakukan koordinasi lebih dalam terhadap
istansi terkait, terutama pemerintah daerah dan kemeterian Kelautan dan
Perikanan pusat.
2.
Melakukan
sosialisasi terhadap masyarakat baik terkait pengelolaan zonasi Taman Nasional
maupun pengelolaan DPL yang telah ada.
3.
Meperkuat
posisi masyarakat Desa sebagai pembentuk DPL yang sudah ada dan berkolaborasi
pengelolaan dnegan pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate.
4.
Melakukan
konsulidasi dengan pemerintah pusat kemeterian Kehutanan dalam upaya memperkuat
posisi kebijakan yang lebih tinggi untuk mendukung aspek legalitas formal
pengelolaan kawasan.
5.
Semua
stake holder, baik pemrintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, LSM dan
pihak lain yang berkepentingan mendukung program kolaborasi pengelolaan DPL
dengan kapabilitas lembaganya, dan koordinasi yang intensif guna melakukan
program-program yang efektif dan efisien.
Sumber Pustaka
Dunn, W.N, 1998. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Nybakken,J.W. 1998. Biologi Laut,
Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta
Subarsono.AG, 2005, Analisis
Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Suharsono, 1996. Jenis-jenis
Karang yang umum dijumpai di Perairan Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
Sudiono,G. 2008,“Analisis
Pengelolaan Terumbu Karang Pada Kawasan Konserbasi Laut Daerah (KKLD) Pulau
Randayan dan sekitarnya Kabupaten Benngkayang Propinsi Kalimantan Barat, Tesis,
Program Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang
Supriharyono, 2007, Konservasi
Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Wahab, S.A, 2008,
Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara,
Bumi Aksara, Jakarta
Departemen Kelautan dan Perikanan,
2006, Strategi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut, Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta
Undang-undang RI nomor: 31 tahun
2004, tentang Perikanan
Undang-undang RI nomor 27 tahun
2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun
2007, tentang Konservasi Sumber daya Ikan
*Analisis kasus Kebijakan
pengelolaan yang ada di Balai Taman Nasional Taka Bonerate
** PEH Balai Taman Nasional
Taka Bonerate